Yup, keluarga adalah satu komponen yang ada di dalam kehidupan manusia. Kita sebagai manusia tidak akan lengkap lahir dan batin tanpa kehadiran keluarga, sekalipun kita kaya dan berkuasa di dunia ini semuanya akan terasa hampa jika di ibaratkan kita ini sebagai robot hanya di kendalikan oleh nafsu dan tidak punya perasaan dan hati nurani.
Kembali ke cerita, pada umumnya orang bekerja menjadi penyumbang devisa Negara (TKW/TKI) biasanya mereka sudah berkeluarga juga tidak menuntut kemungkinan bagi remaja yang telah lulus mengeyam bangku pendidikan juga memberanikan diri menjadi penyumbang devisa Negara.
Para penyumbang devisa ini pada umumnya telah berkeluarga. Baik laki / perempuan pastinya sudah memiliki keluarga / sudah menikah walaupun tidak semuanya. Tentunya berat meninggalkan keluarga yang mereka bina apalagi anak-anak mereka untuk bekerja di negeri sebarang.
Pastinya dengan pergolakan batin yang cukup sulit, mereka (para TKI/TKW) ini terpaksa meninggalkan keluarga mereka mungkin karena kurang beruntung di negeri sendiri dan mau mencoba di negeri seberang dengan perbedaan yang mencolok bagi dari segi adat, budaya, social, dkk.
Tentunya tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan yang serba baru dan berbeda. Pastinya membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya dan begitu sebaliknya jika mereka pulang kembali ke negeri asalnya pastinya butuh sedikit penyesuaian.
Seharusnya kita senang dan bangga di jaman seperti sekarang ini karena semuanya sudah serba instant dan cepat mulai dari adanya telepon, beragam social media, alat telekomunikasi yang semakin canggih dan terjangkau sangat memudahkan kita untuk mendapat / menyebarkan suatu informasi.
Disini saya secara tidak langsung mewakili teman saya dan kawan-kawan yang bekerja di negeri seberang kepada anggota keluarga untuk semua-nya tanpa terkecuali (sebenarnya pengen men-screen shot hasil chating tentang perasaan mereka, tapi karena takutnya ada yg merasa tersinggung lebih baik saya buatkan secara umum biar sama semua)
Berikut ini adalah beberapa pesan / wasiat yang mereka sampaikan kepada anak mereka :
Wahai anakku doa’kan kami dalam setiap shalat-mu agar kami tidak lupa denganmu
Wahai anakku jika engkau rindu kami, berdoalah setiap malam sebelum tidur kelak kita akan bertemu dalam mimpi
Wahai anakku belajarlah dan raihlah prestasi buatlah kami bangga
Wahai anakku jangan pernah lupakan kami
wahai anakku jika engkau rindu kami, lihatlah foto kita bersama
wahai anakku jika engkau ingin merasakan hangatnya pelukan kasih kasang, peluklah foto kami dan bayangkan kami selalu ada di sampingmu
wahai anakku jangan pernah merasa sendiri karena Tuhan selalu bersama-mu di dalam hatimu
wahai anakku ber-ceritalah kepada Tuhan jika kami disini tidak bisa membantumu
wahai anakku bagi kami materi tidak terlalu berarti, bagi kami yang berarti adalah engkau tidak melupakan jasa-jasa kami
wahai anakku janganlah mengeluh dengan apa yang kau hadapi tetaplah tersenyum
wahai anakku bersyukurlah selalu dengan apa yang kau dapat hari ini
wahai anakku kami korbankan seluruh jiwa dan raga kami hanya untuk melihatmu tersenyum bahagia
wahai anakku hargailah perjuangan dan pengorbanan kami dengan tidak melupakan jasa-jasa kami
wahai anakku janganlah kau mengejar kenikmatan dunia semata, bagi kami kenikmatan dunia akhirat adalah berkumpul denganmu kembali dalam keluarga
wahai anakku lapangkan hatimu dan ikhlaskan kami jika di antara kami telah tiada
wahai anakku hanyalah engkau embun penyejuk, penyemangat hidupku
wahai anakku, senyuman-mu adalah obat penutup lara hati ini
wahai anakku, tawa-mu adalah obat rindu hati ini
wahai anakku, kehadiranmu adalah pelengkap keluarga ini
wahai anakku, sesibuk apapun kami, kami akan selalu mengingatmu dan berusaha menghubungi walupun hanya sekedar ingin mendengar suaramu
wahai anakku, suaramu adalah penyejuk telinga kami
wahai anakku, doa’mu adalah penyejuk batin kami
wahai anakku, suaramu, tawamu, tatapan matamu, senyumanmu adalah anugerah yang terindah dan kenikmatan yang tak terhingga yang di berikan oleh Tuhan kepada kami
wahai anakku, jadilah anak yang mandiri jangan lah kau menggantungkan kepada orang lain
wahai anakku, jika kami berdua telah tiada doakanlah kami agar kita bisa berkumpul bersama-sama di surga
wahai anakku, ingatlah kebahagiaan tidak akan datang 2x dengan cara yang sama
wahai anakku, carilah seorang sahabat daripada 1000 teman yang mementingkan dirinya
wahai anakku, bersahabatlah dengan masa lalu kelak itu akan menjadi pendamping penentu jalan hidupmu
wahai anakku, sambutlah kedatangan kami dengan senyum dan tawamu
wahai anakku, terima kasih telah hadir dalam hidup kami
akhir kata, wahai anakku, terima kasih dengan tidak melupakan jasa-jasa kami
sebenarnya penulis sendiri menangis, mengetik seperti itu teringat Alm. Ayah penulis, waktu itu saya terakhir bersama sampai kelas 4SD. Alm. Ayah saya bekerja di luar negeri jadi setiap tahun hanya 1 bulan libur yg dapat diberikan. Jadi hanya selama 1 bulan waktu yg dapat saya habiskan bersama-sama. Mungkin jika beliau masih hidup saya bisa menunjukkan prestasi dan keahlian yg selama ini saya banggakan
Jujur penulis sendiri belum menikah karena belum ada pasangan yang cocok, ini hanya perwakilan perasaan dari pada penyumbang devisa Negara. Terserah kepada pembaca boleh percaya atau tidak tapi inilah kenyataan yang pernah penulis alami dan disini penulis tidak menggurui hanya penulis menceritakan kembali pengalaman-pengalaman kehidupan yang di dapat melalui sharing ataupun pengalaman pribadi.
Baiklah akhir dari cerita ini semua ……… (tunggu bag. 5 penutup)